Terlambat. Ketika aku dan Suran menyapai mulut gua tempat Recca seharusnya berada, cahaya menyilaukan itu lenyap. Recca pun tak ada.
"Recca! Recca!" Panggilku. Gema teriakanku terdengar memekikan telinga. Aku berlari, bahkan ke sudut-sudut gua, berusaha mencari-cari Recca.
Beberapa menit berlalu. Recca tak dapat kutemukan.
"Sepertinya Recca tidak ada di sini. Kalau ada, dia pasti sudah menjawab panggilanmu," Suran akhirnya buka suara.
"Kalau tidak ada di sini, dimana dia? Kemana dia pergi? Kemana?" tanyaku, emosi mulai menguasai diriku.
"Aku... Tidak tahu. Yang bisa kurasakan dari tempat ini hanyalah sisa-sisa sihir pemanggil. Ini diluar batas kemampuanku. Kita membutuhkan Lidus. Kau harus tenang dulu. Kita harus mencari Lidus."
"Suran, aku tak ada waktu untuk menunggu. Recca masih bayi. Dia masih kecil dan sekarang dia menghilang. Bagaimana mungkin aku bisa tenang? Dia sangat berarti bagiku!"
"Recca tidak hanya penting bagimu. Dia juga penting untuk Lidus. Ingat? Lidus mengobarkan banyak kekuatannya untuk menenangkan Recca waktu itu. Apakah kau bisa tenang sedikit? Recca pasti baik-baik saja. Ayo kita pergi.." kata Suran dengan tegas.
Dengan sangat berat hati, aku mengikuti Suran keluar dari gua. Suran setengah berlari menuruni lereng menuju desa.
"Bagaimana kita mencari Lidus? Kamu tahu di mana dia?" tanyaku sambil berlari mengikuti Suran.
"Entahlah... Dalam mimpiku, ada bulan purnama di daerah Hutan Selatan. Mungkin Lidus ada di sana..." jawab Suran, tanpa memperlambat langkahnya sedikit pun.
"Hah? Apa hubungan Lidus dan bulan purnama? Manusia serigala adalah simbol kepercayaan suku Lidus. Pada bulan purnama, kekuatan mereka berada pada puncaknya. Dan Lidus... Dia adalah yang terkuat di suku mereka. Dialah bulan purnama di sukunya."
Aku mengeryit. Menurutku, ini sama sekali tak masuk akal. Sungguh aneh. Tapi toh akhirnya aku tetap berlari mengikuti Suran. Buatku, yang penting Recca bisa ditemukan. Harus..
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment